Pemilihan ketua PBNU 1994-1999 dilakukan malam hari, saya tidak ingat harinya, tapi kira-kira menjelang muktamar selesai. Siang hari menjelang malam pilihan, saling klaim antar dua kubu pendukung para calon ramai sekali. Pilihan Ketua Tanfidz dilakukan secara langsung, dimana masing-masing cabang berhak memilih.
Para romli (rombongan liar), yang memang tidak memiliki hak suara, berkerumun di luar gedung pemilihan. Namun ketegangan menjadi berkurang setelah salawat bergemuruh dari dalam mengakhiri penghitungan suara dan dinyatakan Gus Dur memenangkan pilihan. Saya juga tidak ingat persis berapa selisihnya, tapi kira-kira tidak terlalu jauh. Ini menunjukkan bahwa dukungan rezim yang diberikan pada satu calon itu memang bisa efektif karena rezim memiliki kaki tangan yang konkrit. Ini sekaligus menjadi pelajaran bagi Muktamar 2015 nanti di Jombang. Namun dalam sejarah NU. calon yang didukung rezim sulit untuk mendapat kemenangan.
####
Kami pulang subuh hari ke Ciputat. Tapi sebagaimana yang diduga, karena jarak kemenangan antara pemenang dan yang kalah tidak terlalu jauh, pasti akan meninggalkan masalah. Dan ini benar, bahwa Abu Hasan didukung oleh pihak rezim mendirikan NU Tandingan. Mereka sangat kuat dari segi logistik. Koran-koran juga banyak mengulas aktivitas mereka. Abu Hasan tidak ada kurangnya, dia adalah seorang pengusaha sukses jadi membiayai NU Tandingan pun bukan hal yang sulit.
Tapi, perlawanan Abu Hasan terhadap hasil Muktamar Cipasung 1994 pada dasarnya adalah cerita lama soal konflik di dalam tubuh organisasi ini antara kelompok Cipete dan kelompok Situbondo. Figur kelompok pertama adalah Kyai Idham Khalid dan figur kelompok kedua adalah Kyai As’ad Syamsul Arifin. Kebangkitan Abu Hasan adalah revitalisasi semangat mereka bahwa yang berhak memimpin NU bukan hanya kyai-kyai Jawa tapi juga bisa tokoh-tokoh di luar Jawa.
Meskipun dukungan rezim kuat, namun NU Tandingan buatan Abu Hasan akhirnya mengecil dan hilang.
####
Muktamar NU adalah bukan hanya pertemuan para ulama, namun juga pertemuan rakyat. Karenanya banyak hal yang diselengarakan di arena Muktamar selain agenda yang berkaitan dengan langsung dengan perhelatan terbesar kaum Nahdliyyin ini. Tidak heran jika kita bisa menonton wayang, panggung hiburan, orang jualan pakaian dlsb. Semua ini menunjukkan bahwa proses kepemimpinan tidak bisa lepas dari aspirasi dan keinginan sehari-hari masyarakat biasa (politics of everyday lives). Antusias masyarakatpun sangat luar biasa. Mereka berbondong-bondong datang ke Muktamar dengan uang yang mereka telah tabung bertahun-tahun.
Bagi para santri, Muktamar adalah arena bertemu dengan para kyai. Ada yang memanfaatkan untuk mendapatkan silsilah (ijazah) kitab, doa-doa dlsb, ada yang memanfaatkan untuk bertemu teman lama, ada yang menjadikannya sebagai kesempatan untuk membeli kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama NU dlsb. Mereka yang datang ke Muktamarpun memiliki latar belakang sosial dan profesional yang berbeda-beda. Mulai dari para akademisi, aktivis sampai penggembira biasa. Tradisi ini saya kira terjadi sejak Muktamar 1994 dimana pimpinan NU berhasil menarik magnet dunia luar untuk melihat secara langsung perhelatan paling akbar di lingkungan NU ini.
####
Namun fenomena yang perlu dicatat di sini, sejak Muktamar 1994, adalah soal proliferasi kehadiran para pengamat dan penstudi NU dari mancanegara; Australia, Amerika, Prancis, Belanda, Jepang, dan masih banyak lagi negara lainnya. Mereka datang untuk menulis tentang NU baik untuk kepentingan disertasi, penulisan riset dan jurnal. NU pada saat itu memang menjadi primadona bahan riset. Katakanlah, sebagai “new emerging democratic movement”, anti rezim, dan memiliki jangkaun kemasyarakatan yang cukup luas.
Namun dibalik manfaat yang besar atas kehadiran para pengamat mancanegara, dimana NU menjadi dikenal di dalam dunia akademis dunia, organisasi ini menjadi semacam “the new orient” bagi para pengamat tersebut. Kita menjadi bahan kajian dan jika kita tidak aktif berbicara dan berdialog dengan para pengkaji ini, maka kita akan menjadi artefak dan fosil. Sebagai Ormas Islam terbesar di dunia kita tidak ingin diam ketika dikaji, namun memberikan reaksi. Kini, fenomena NU berbicara tentang dirinya sendiri sudah mentradisi. Buku-buku soal NU yang ditulis oleh NU luar biasa jumlahnya. Ini pertanda baik, terlepas dari apakah reaksi yang kita berikan itu bersifat apologetis, reaktif atau konstruktif dan obyektif.
####
Pendek kata, peristiwa Muktamar 1994 banyak memberikan inspirasi kepada kita yang antara lain; Pertama, kemandirian, keberanian, jiwa perlawanan organisasi dimana NU menentukan proses kepemimpinan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan organisasi, bukan pihak lain.
Kedua, NU menjadi Ormas terbesar, bukan hanya dari segi jumlah pengikutnya, namun dari segi potensi untuk bangsa, keterlibatan dalam proses demokrasi yang lebih intensif.
Ketiga, kebangkitan kaum muda NU, mereka menjadi percaya diri dan tahu berbuat apa untuk diri mereka dan organisasi.